ZAKY BIOLOGI

Kamis, 18 September 2008

Strategi Pembelajaran Sains di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri

Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan

Dosen: Drs. Endang Abdurrahman, MPd

Disusun Oleh:

TARJAKI

07460915

BIOLOGI-C

DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) CIREBON

2008




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga makalah ini dapat diselesaikan tanpa adanya hambatan dan gangguan. Pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan berupa moril maupun berupa materil. Oleh karena sepantasnyalah penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.

Makalah yang berjudul “STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS DI SMP” selain bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Pendidikan juga untuk bekal bagi calon guru sains dalam pembelajaran sains. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi diri pribadi dan umumnya bagi para pembaca.

Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.

Cirebon, Juni 2008



Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.2 Rumusan Masalah dan Pemecahanya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.3 Tujuan dan Manfaat Pembuatan Makalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.4 Metodologi Pembuatan Makalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.5 Waktu dan Tempat Pembuatan Makalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS

DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) . . . . . . . . . . . . .

2.1 Pengertian Sains . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.2 Jenis-jenis Pelajaran Sains di SMP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.3 Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Sains di SMP . . . . . . . . . . . . . . . .

2.4 Metode Pembelajaran Sains di SMP

serta Keunggulan dan Kelemahanya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.5 Kendala yang Dihadapi dalam Pembelajaran Sains . . . . . . . . . . . . . .

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PEMBELAJARAN SAINS

DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) . . . . . . . . . . . . .

3.1 Faktor Guru . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.2 Faktor Motivasi Siswa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.3 Faktor Sarana Penunjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB IV TUJUAN AKHIR SERTA EVALUASI PEMBELAJARAN

SAINS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA . . . . . . . . . . . .

4.1 Tujuan Akhir Pembelajaran Sains di SMP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4.2 Evaluasi Pembelajaran Sains di SMP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB V PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Di era globalisasi dewasa ini, kehidupan masyarakat banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Banyak permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari memerlukan informasi ilmiah dalam pemecahanya. Oleh karena itu, literasi sains menjadi kebutuhan bagi setiap individu agar memiliki peluang yang lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan.Sains dikembangkan dengan tujuan untuk memahami gejala alam. Rasa keingintahuan mendorong ilmuan utuk melakukan proses penyelidikan ilmiah, atau doing science (Hodson, 1996) , hingga ditemukan suatu jawaban yang kemudian menjadi produk sains, seperti konsep, hukum, prinsip dan teori. Dalam istilah psikologi pengetahuan tentang proses ilmiah itu, disebut pengetahuan prosedural, dan pengetahuan yang berkaitan dengan produk ilmiah disebut pengetahuan deklaratif.

Kecepatan perkembangan sains dan teknologi pada akhir-akhir ini menuntut perlunya pembaharuan dibidang pendidikan dan pengajaran sains baik di negara-negara maju maupun berkembang. Hal ini mengingat bahwa sains dan teknologi berperan dalam meningkatkan kesejahteraan kita baik sebagai individu maupun kelompok masyarakat (Eddy M. Hidayat, 1988:1). Pembaharuan yang dilakukan merupakan upaya untuk mewujudkan tantangan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan pengajaran sains, yang memberikan bekal kepada anak didik sehingga mereka kelak dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat yang sudah makin terikat pada kemajuan-kemajuan sains serta hasil-hasilnya di bidang teknologi.

Kita mengetahui bahwa sikap anak didik terhadap sains di sekolah-sekolah di negara kita banyak ditentukan oleh bagaimana guru memberikan pelajaran sains tersebut. Jika guru mengajarkan sains secara murni dalam arti seolah-olah itu tidak ada kaitanya dengan teknologi dan masyarakat maka lambat laun akan tertanam pada diri anak itu sikap dan anggapan bahwa sains, teknologi dan masyarakat seolah-olah berjalan sendiri-sendiri. Sedangkan masalah yang akan dihadapi kelak di masyarakat ternyata sains dan teknologi saling berkaitan.

Dalam pengajaran sains seringkali guru melakukan pengajaran yang modelnya satu arah. Guru lebih sering memberikan informasi tentang pengetahuan sains. Pengajaran dengan model seperti itu menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk belajar sains. Belajar dengan hanya menerima informasi dari guru kurang bermakna bagi siswa. Banyak siswa yang menganggap pelajaran sains sebagai pelajaran yang menakutkan, mereka mengingat-ingat kembali penjelasan guru dan menuliskanya lagi pada waktu ujian.

Siswa yang mempelajari sains melalui pengalaman langsung akan lebih menghayati pelajaran sains itu sendiri. Umpamanya dalam pelajaran sains biologi, melalui pengamatan tentang bagaimana mahluk dapat melakukan perkembangbiakan, siswa menemukan fakta bahwa mahluk hidup dapat berkembangbiak melalui beberapa cara. Bila fakta mengenai hal tersebut dibiarkan begitu saja, maka pengetahuan siswa tentang perkembangbiakan kurang bermakna. Bila siswa diajak mendiskusikan peran perkembangbiakan dalam kelangsungan jenis selain beradaptasi dan seleksi alam, maka pengetahuan siswa tentang perkembangbiakan secara umum membekalinya tentang bagaimana cara mempertahankan kelestarian jenis.

Kemajuan yang pesat dari sains mengakibatkan informasi yang dapat dikumpulkan dalam bentuk fakta-fakta ilmiah menjadi berlipat ganda jumlahnya. Masalahnya menjadi semakin kompleks karena pertambahan informasi ini di ikuti pula oleh informasi-informasi yang ada menjadi ditinggalkan karena sudah diganti oleh informasi yang lain yang lebih relevan dan valid. Hal ini mengakibatkan apa yang di pelajari sekarang menjadi tidak cocok lagi kalau menjadi bahan ajar di masa sepuluh tahun yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah dan Pemecahanya

Upaya pembaharuan pendidikan dan pengajaran sains yang dilakukan tidak semulus sebagaimana yang direncanakan , karena permasalahan muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah khususnya pelajaran sains. Banyak siswa yang menganggap bahwa pelajaran sains adalah pelajaran yang menakutkan.

Dari uraian diatas permasalahan tersebut dirinci menjadi menjadi beberapa pokok diantaranya sebagai berikut:

1. Strategi apa yang di sampaikan oleh guru sains agar pelajaran sains mudah diterima oleh siswa?

2. Bagaimana cara guru sains memotivasi siswa agar senang terhadap pelajaran sains?

3. Bagaimanakah mengevaluasi keberhasilan pelajaran sains?

Pembaharuan pengajaran sains di sekolah dapat ditempuh dengan mengacu pada prioritas pengajaran sains. Kesadaran anak didik dapat dibina dan ditumbuhkembangkan melalui pendidikan sains dengan berbagai pendekatan, sehingga sekolah tidak sekedar menjadikan outputnya hanya dapat membaca saja dan memiliki pengetahuan yang sebenarnya kurang berfungsi dalam mewujudkan kemandirianya, melainkan yang sangat diharapkan adalah lulusan sekolah yang melek sains, melek teknologi dan melek pikir.

1.3 Tujuan dan Manfaat Pembuatan Makalah

Makalah ini dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus, diantaranya sebagai berikut:

1. Membekali calon guru dan guru sains dalam melaksanakan strategi pembelajaran sains di SMP

2. Membekali calon guru dan guru untuk memotivasi siswa dalam pelajaran sains khususnya di tingkat SMP

3. Membekali calon guru dan guru agar mengarahkah siswa SMP dalam pelajaran sains untuk dipergunakan seterusnya.

Pembuatan makalah ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk pengembangan pelajaran sains di SMP, sehingga dapat meningkatkan kemampuan calon guru dan guru sains di SMP.

1.4 Metodologi Pembuatan Makalah

Metode pembuatan makalah ini dilakukan dengan menghimpun buku bacaan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan pembelajaran sains itu sendri, baik dari koleksi buku pribadi maupun meminjam dari perpustakaan STAIN Cirebon juga dari perpustakaan umum kota Cirebon.

1.5 Waktu dan Tempat Pembuatan Makalah

Pembuatan makalah ini berlangsung selama beberapa minggu dan dilakukan di beberapa tempat, baik dirumah sendiri yaitu di wilayah Indramayu, maupun di kosan rekan-rekan yang ada di sekitar kampus STAIN Cirebon.




BAB II

PEMBAHASAN

STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

2.1 Pengertian Sains

Pengertian sains atau IPA ternyata mengalami perkembangan dari jaman ke jaman. Pada mulanya sains merupakan pengetahuan biasa, lambat laun pengertianya berubah menjadi pengetahuan yang rasional lepas dari takhayul. Pada mulanya sesuatu dikatakan ilmiah asalkan rasional dan sesuai dengan objeknya. Namun kemudian nampaknya persyaratanya bertambah yaitu haruslah bersifat pragmatis.

Sebagai awalan kami kutipkan pendapat dari Nash, L.K. dalam bukunya The Nature of Natural Science. Ia mengatakan bahwa: “Science is a way of looking at the world” Jadi disini sains atau IPA itu dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati ssuatu, dalam hal ini adalah dunia. Namun kata Nash selanjutnya, cara memandang sains terhadap sesuatu itu berbedadengan cara memandang biasa atau cara memandang seorang filosof misalnya. Cara memandang sains bersifat analitis, Ia melihat sesuatu secara lengkap dan cermat serta dihubungkanya dengan objek yang lain sehingga keseluruhanya membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati. lebih lanjut ia menandaskan metode berpikir atau pola berpikir yang tidak sama dengan pola berpikir sehari-hari, berfikirnya harus menjalani refinement sehingga cermat dan lengkap.

Ada satu buku lagi yang juga menjawab pertanyaan “what is science” yaitu yang berjudul UNESCO Handbook for Science Teachers yang diterbitkan oleh UNESCO Paris. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa “Science is what scientists do”. Kalimat tersebut adalah bahwa yang dikerjakan scientis itu ada dua hal, yang pertama adalah mengumpulkan pengetahuan ilmiah sehingga sehingga menjadi Body of scientific knowledge dan yang kedua adalah suatu proses untuk mendapatkan scientific knowledge itu. R. Hare juga menjelaskan tentang sains ia berpendapat bahwa sains adalah suatu kumpulan teori-teori yang telah diuji kebenaranya, manjelaskan tentang pola-pola dan keteraturan dari gejala yang telah diamati secara seksama.

2.2 Jenis-Jenis Pelajaran Sains di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1. Pelajaran Sains Matematika

Dalam mempelajari matematika, tentunya wajar kalau mungkin diantara kita ada yang bertanya ”apa itu matematika ?” . untuk dapat memberikan jawaban yang pasti tentang arti matematika sangatlah sulit. Definisi matematika makin lama makin sukar untuk dibuat secara tepat dan singkat. James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan jumlah yang banyak. Matematika timbul karena pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas ialah aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis.

Kline (1973), mengatakan bahwa matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaanya itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Kemudian Johnson dan Rising (1972) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jalas dan akurat.

2. Pelajaran Sains Fisika

Reif (1995) menyatakan bahwa tujuan utama pembelajaran fisika adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan dasar secukupnya yang dapat digunakan secara fleksibel. Alasanya tujauan pembelajaran sains bukan untuk mengumpulkan fakta tetapi untuk memperoleh kemampuan mengunakan sejumlah kecil pengetahuan dasar yang berguna dalam memprediksi dan menjelaskan atau memecahkan berbagai masalah.

Siswa hidup dalam dunia yang kompleks dan terus berubah, mereka akan memperolae keuntungan yang sedikit dari pengetahuan yang dihafalkan atau kurang dipahami. Pengetahuan fisika yang diperolehnya akan berguna jika mereka dapat mengolahnya secara fleksibel dengan masalah yang bihadapinya. Dengan demikian pembelajaran fisika yang terlalu berambisi dengan menganggap seolah olah semua siswa SMP akan melanjutkan ke SMA, dan semua siswa SMA akan melanjutkan ke perguruan tanggi, apalagi menganggap mereka yang melanjukan ke perguruan tinggi akan mengambil jurusan fisika, menjadi kurang relevan.

3. Pelajaran Sains Biologi

Kata Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Bios dan Logos. Bios berarti Hidup, sedangkan Logos beratri Ilmu. Jadi secara sederhana yang dimaksud dengan biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala kehidupan.

2.3 Jenis- Jenis Strategi Pembelajaran Sains di SMP

Strategi dibedakan dari metode. Strategi lebih menekankan pada pendekatan dalam perencanaanya, sedangkan metode lebih menekankan pada tehnik pelaksanaanya. Satu strategi atau pendekatan mungkin mencakup beberapa metode pada pelaksanaanya, begitu pula suatu metode dapat digunakan untuk merealisasikan beberapa pendekatan. Menurut modul Dasar-dasar Pendidikan MIPA yang diterbitkan oleh Depdikbud tahun 1994 jenis-jenis pendekatan atau strategi pembelajaran sains yang digunakan di sekolah menengah pertama (SMP) diantaranya:

  1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)

Pembelajaran sains berbasis CBSA bertitik tolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berpikir sendiri dan untuk itu siswa harus diberi kesempatan. Dalam pembelajaran sains berbasis CBSA ini, siswa lebih banyak aktif daripada guru, namun tidak berati guru tidak ikut proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru berperan sebagai perangsang yang selanjutnya siswa itu sendiri yang harus berfikir memecahkan masalah. Dalam pembelajaran sains berbasis CBSA di SMP pula teknis pelaksanaanya dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya metode tanya jawab dan diskusi, metode eksperimen dan demonstrasi, serta metode penugasan dan proyek, metode tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya.

  1. Strategi Keterampilan Proses

Selain CBSA dunia pendidikan kita juga mendegung-dengungkan penggunaan pendekatan keterampilan proses. Conny Semiawan (1985) mengemukakan, bahwa dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan (mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mengendalikan variabel, mencari hubungan ruang dan waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, menafsirkan data, menyusun kesimpulan semsntara, menerapkan serta mengkomunikasikan), anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep, serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar siswa aktif. Jadi apa yang dikemukakan terdahulu tentang CBSA diperjelas oleh penggunaan pendekatan keterampilan proses ini.

Agar para siswa memperoleh sains sebagai produk dan dan proses, dalam strategi ini harus diikuti beberapa prinsip, diantaranya:

a. Dalam menyusun strategi mengajar, pengembangan keterampilan proses terintegrasi dengan pengembangan produk sains (konsep-konsep perlu di seleksi untuk menghindari banyaknya materi yang harus diajarkan), sebab perkembangan ilmiah anak pada dasarnya merupakan interaksi antara konsep-konsep, keterampilan proses sains, serta nilai-nilai dan sikap-sikap yang timbul akibat dimilikinya keterampilan proses sains.

b. Keterampilan –keterampilan proses sains, mulai dari mengamati hingga mengajukan pertanyaan, tidak perlu merupakan suatu urutan yang harus diikuti dalam mengajar sains, keterampilan-keterampilan itu diperkirakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak di SMP.

c. Setiap metode mengajar yang diterapkan dalam pendidikan sains dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses sains.

d. Pendekatan keterampilan proses tidak menunjukan suatu dikthonomi, tetapi menunjukan suatu kontinum.

e. Dalam satu satuan waktu, baik caturwulan maupun semester, seluruh keterampilan proses sains harus pernah dikembangkan, dan tersebar pada seluruh materi yang diajarkan dalam satu satuan waktu tersebut.

  1. Strategi Konstruktivisma dalam Belajar Mengajar

Para kontruktivis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun sambil anak (yang belajar) mengatur pengalaman-pengalamanya yang terdiri atas struktur-struktur mental atau skema-skema yang sudah ada padanya. Implikasi pandangan konstruktvis pada pendidikan ialah bahwa dalam mengajar guru seharusnya memperhatikan pengetahuan yang diperoleh anak-anak dari luar sekolah, dan menunjang proses alamiah itu.

Dalam strategi ini guru harus menerima mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru diteruskan pada siswa, melainkan sebagai proses-proses untuk mengubah gagasan-gagasan siswa yang mungkin ”salah”. Salah satu metode mengajar sains untuk menerapkan model konstrktivis ialah pengguanaan siklus belajar yang terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Selama fase eksplorasi para siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam situasi baru, misalnya para siswa bereksperimen. Fasa kedua ialah pengenalan konsep, yang biasanya dimulai dengan memperkenalan suatu konsep yang diselidiki dan di diskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fasa eksplorasi. Sesudah pengenalan konsep, fasa aplikasi menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki sifat –sifat dalam eksperimen.

  1. Strategi Peta Konsep

Menurut Ausubel gagasan para penganut konstruktivis merupakan dasar teoritis bagi perbedaan antara belajar bermakna (meningful learning) dan belajar hafalan(rote learning). Dalam belajar bermakna pengetahuan baru dikaitkan pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif. Bila dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep-konsep yang relevan, pengetahuan baru dipelajari secara hafalan.

Menurut Novak pembuatan peta konsep merupakan suatu teknik, untuk mengungkapkan konsep- konsep dan proposisi-proposisi. Pengungkapan ini dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui para siswa sebelum ia memulai mengajarkan pokok ajaran baru. Cara yang paling baik untuk menolong para siswa belajar bermakna ialah dengan menolong mereka secara eksplisit melihat sifat dan peranan konsep-konsep dan hubungan antara konsep-konsep sebagaimana itu terdapat dalam pikiran mereka dan sebagaimana itu terdapat di luar siswa, dalam buku-buku pelajaran dan pelajaran yang diberikan guru.

  1. Strategi Berbasis Sains, Teknologi dan Masyarakat (STS)

Dalam buku Year book of The National Science Teachers Association, mengenai pendidikan sains yang harus dihubungkan dengan teknologi dan masarakat (Science Technology Society/ STS ). Namun untuk pendidikan dasar 9 tahun di negara kita belum memikirkan kurikulum sejauh itu. Alasanya kurikulum STS merupakan konsep-konsep yang belum dapat diberikan pada anak-anak yang berumur antara 7- 15 tahun, dengan pengetahuan sains yang terbatas.

2.4 Metode Pembelajaran Sains di SMP, serta Keunggulan dan Kelemahanya

Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa metode dibedakan dengan strategi , suatu metode dapat digunakan untuk merealisasikan beberapa pendekatan atau strategi, misalnya metode eksperimen untuk pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri, konsep dan lingkungan.

Dibawah ini metode-metode pembelajaran sains yang digunakan di SMP, diantaranya sebagai berikut:

  1. Metode Ceramah

Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi secara lisan dari seorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi yang terjadi searah dari penceramah kepada pendengar. Metode ceramah ini merupakan metode belajar yang paling banyak dipakai terutama untuk bidang study noneksakta. Hal ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode belajar yang paling mudah dilaksanakan. Dalam metode ini pula murid-murid memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat penggalan-penggalan catatan.

Pembelajaran sains dengan metode ceramah ini memiliki keunggulan yaitu: dapat menampung kelas besar, tiap murid mempunyai kesempaan yang sama untuk mendengarkan, guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting hingga waktu dan energi digunakan seefektif mungkin. Namun disamping memiliki keunggulan, metode ceramah juga memiliki kelemahan yang diantaranya proses belajar mengajar membosankan dan msiswa menjadi pasif, pengetahuan yang didapat lebih cepat terlupakan, ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal”.

  1. Metode Tanya jawab dan Diskusi

Penggunaan metode ini sering sekali dipertukarkan dalam penggunaanya. Asal ada pertanyaan-pertanyaan dari siswa atau guru dikatakan metode tanya jawab. Bila ada beberapa orang berbicara dalam kelompok-kelompok mengenai suatu masalah tertentu dikatakan metode diskusi. Perbedaan kedua metode ini yaitu pada metode tanya jawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sudah di rencanakan sebelumnya, sedangkan dalam diskusi bisa saja muncul pertanyaan, tapi pertanyaan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, dilontarkan situasional pada waktu membahas topik. Yang penting dalam diskusi justru kesepakatan pendapat peserta diskusi.

  1. Metode Eksperimen dan Demonstrasi

Dalam eksperimen , semua siswa secara perorangan atau kelompok, melakukan sesuatu yang didalamanya ada pengendalian variabel, pengamatan, penyertaan pembanding atau kontrol dan penggunaan alat-alat praktikum. Dalam metode demonstrasi, guru sendiri atau dibantu beberapa orang siswa atau sekelompok siswa memperlihatkan berlangsungnya suatu proses.

  1. Metode Ekspositori

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah, tetapi pada metode ini dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus bicara saja. Ia berbicara pada waktu yang diperlukan saja. Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan, dibuatnya juga soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan murid secara individual, dan menjelaskanya kembali secara individual. Pada metode ekspositori murid lebih aktif, murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling tanya dan mengerjakanya bersama temanya, atau disuruh membuatnya di papan tulis.

  1. Metode Pemecahan Masalah

Menurut Robert M. Gagne, belajar dengan pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi tingkatnya dan kompleks dibandingkan dengan jenis belajar lainya. Walaupun demkian penting bagi siswa sebagai bekal untuk menghadapi masa depanya. Sebab orang tidak bebas masalah. Masalah banyak macamnya: masalah keluarga, tetangga, pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya. Masalah dalam pembelajaran sains bagi murid adalah jika ia mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari segi kematangan mentalnya, belum mempunyai prosedur untuk menyelesaikanya dan berkeinginan untuk menyelesaikanya.

Karena hal-hal diatas, maka sebenarnya suatu masalah bagi siswa yang satu, belum tentu menjadi masalah bagi yang lain. Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah langkah yang harus diketahui oleh seorang siswa antara lain: merumuskan permasalahan dengan jelas, melaksanakan lagi masalahnya dalam bentuk yang dapat dilaksanakan, menyusun dugaan sementara, menentukan strategi pemecahan, melaksanakan prosedur pemecahan, dan memeriksa hasil pemecahan.

2.5 Kendala yang dihadapi dalam Pembelajaran Sains

Strategi pembelajaran sains pada kenyataanya memiliki banyak kendala, kendala tersebut berasal dari faktor siswa, guru ataupun faktor lainya. Dibawah ini adalah faktor-faktor yang menghambat pembelajaran sains diantaranya:

  1. Faktor siswa

a). Tidak adanya motivasi dari siswa itu sendiri

b). Siswa beranggapan bahwa pelajaran sains sukar untuk dipahami

c). Banyak siswa yang tidak memahami pentingnya pelajaran sains

2. Faktor guru

a). Banyak guru sains yang belum sepenuhnya menguasai bidang study yang diajarkanya.

b). Banyak guru sains yang kurang mengikuti perkembangan sains.

c). Banyak guru sains yang tidak bisa membuat alat-alat peraga.

d). Banyak guru sains yang berprilaku otoriter terhadap siswa,dan tidak mencerminkan seorang guru.

3. Faktor sarana penunjang

a). Ruang kelas yang tidak kondusif, tidak punya perpustakaan

b). Laboratorium dengan alat-alat yang kurang memadai.




BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

3.1 Faktor Guru

Untuk menunjang bagaimana terlaksanaya pendidikan sains di SMP harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah faktor guru. Kriteria seorang guru yang bermutu dan propesional diharapkan sebagai berikut:

1. Seorang guru sains harus menguasai bidang studi yang diajarkanya.

2. Seorang guru sains harus mempunyai keterampilan membuat atau merakit alat-alat sederhana sebagai media pendidikan

3. Seorang guru sains harus mengikuti perkembangan IPTEK, khususnya bidang study yang diajarkanya.

4. Seorang guru sains harus bisa membimbing siswa melakukan suatu kegiatan berupa pengamatan dan percobaan.

5. Seorang guru sains harus menyadari bahwa siswa tidak akan di didik menjadi seorang spesialis matematika, fisika ataupun biologi.

6. Guru sains tidak selalu mengharapkan jawaban yang benar dari siswa ketika interaksi belajar-mengajar berlangsung. Hal ini dikarenakan siswa sedang berada dalam situasi mencari dan menemukan prinsip, konsep atau hukum sains.

7. Guru sains harus terampil melontarkan pertanyaan untuk merangsang siswa berpikir.

8. Guru sains tidak perlu merasa rendah diri, bila siswa menemukan hal-hal yang baru yang tidak di pahami dan diketahui guru.

9. Guru sains bertindak sebagai fasilitator dan katalisator.

10. Menyadari bahwa banyak teori sains yang hanya dapat dijelaskan dengan logika, dan tidak dapat dibuktikan dengan percobaan.

11. Menyadari bahwa kemampuan, bakat dan minat setiap siswa berbeda beda.

12. Guru sains harus menjadi contoh teladandan figur panutan, terutama dalam soal nilai dan sikap.

3.2 Faktor Memotivasi Siswa dalam Pembelajaran Sains

Telah kita ketahui betapa pentingnnya motivasi dalam kegiatan belajar-mengajar sains. Diantara motivasi yang kita kenal bahwa motivasi terpenting adalah motivasi belajar intrinsik. Namun motivasi ekstrinsik lebih mudah dibangkitkan daripada motivasi instrinsik. Sejalan dengan ini maka berbagai usaha telah dilakukan guru untuk membangkitkan motivasi ektrinsik untuk belajar.

Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi motivasi belajar di kelas adalah:

  1. Faktor interaksi antara para siswa:

a). Hubungan antarsiswa di kelas harus terjalin baik. Dalam hal ini guru wajib menciptakan kondisi yang menumbuhkan kerjasama yang baikantar seluruh anggota kelas.

b). Persaingan antara para siswa hendaknya persaingan yang sehat. Namun persaingan yang berlebih-lebihan akan berakibat negatif terhadap kemajuan belajar siswa, khususnya bagi mereka yang tidak pernah menang dalam persaingan tersebut. Dalam hal ini guru perlu menentukan kelompok-kelompok siswa yang homogen, untuk menjaga persaingan agar tetap sehat.

c). Rasa keterlibatan diri (egoinvolvement) yang menyebabkan setiap siswa yang ada di kelas tersebut merasa dirinya ikut berperan penting dalam kelasnya. Hal ini dapat diwujudkan jika diberikan suatu tugas yang melibatkan harga diri siswa untuk dipertaruhkan dalam penyelesaian tugas tersebut. Pemilihan tugas seperti ini harus hati-hati dan guru harus dapat memperkirakan bahwa seluruh siswa yang terlibat pasti mempunyai kesempatan untuk berhasil.

2. Faktor interaksi antara siswa dengan guru

a). Guru yang bersikap tertutup pasti ditakuti siswa, sehingga siswa tidak berani bertanya ataupun mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini guru harus bersikap terbuka kepada siswa.

b). Peraturan yang terlalu ketat yang diberikan guru, yang menyebabkan siswa seperti robot-robot tanpa kreasi berfikir sama sekali. Dalam hal ini guru harus bersikap demokratis.

c). Pujian yang diberikan kepada siswa merupakan penguatan atas tugas yang dilakukan dengan benar, sehingga akan menimbulkan motivasi untuk melakukan tugas ang lain sebaik mungkin. Namun pujian yang dilakukan secara terus menerus dapat merusak motivasi belajar siswa, bahkan menimbulkan tanggapan yang negatif dari siswa. Dalam hal ini guru perlu memperhitungkan saat yang tepat untuk menyampaikanya.

d). Hukuman yang diberikan guru dapat dalam berbagai bentuk, seperti pengasingan, celaan, kecaman, dan sindiran terhadap kesalahan siswa. Tetapi motivasi belajar akan timbul melalui hukuman yang tidak berlebihan dan diterapkan pada saat yang tepat. Dalam hal ini yang terpenting adalah menunjukan kepada siswa jalan keluar untuk mengatasi hukuman itu. Bentuk hukuman yang sering diberikan guru adalah teguran.

e). Hal- hal lain yang ikut mewarnai timbulnya motivasi belajar siswa di kelas:

v Tulisan guru harus terbaca oleh seluruh siswa;

v Sikap guru harus dapat menghargai siswa sebagai individu;

v Suara guru harus terdengar oleh seluruh siswa;

v Berpakaian harus sopan agar tidak menjadi bahan cemoohan siswa;

v Adanya kewibawaan guru dalam menangani pengelolaan kelas agar dapat dipatuhi siswa secara spontan..

3. Prinsip- Prinsip Motivasi

Motivasi siswa untuk belajar bermacam-macam yang berasal dari dalam dan luar siswa itu sendiri. Motivasi yang lebih baik berasal dari dalam siswa itu sendiri. Beberapa prinsip yang dapat memberikan motivasi belajar adalah sebagai berikut:

a) Prinsip Kebermaknaan

Seorang murid akan termotivasi untuk belajar secara aktif kalau ia menyadari bahwa apa yang di pelajari sungguh-sungguh bermanfaat baginya.

b) Prinsip Atraktif

Bahan pelajaran yang disampaikan secara menarik akan membangkitkan motivasi belajar. Gaya tarik itu timbul dari penampilan guru atau disampaikan dengan bantuan alat peraga, percobaan atau cara lain yang komunikatif.

c) Prinsip Modeling

Prinsip modeling adalah guru sebagai pribadi teladan, figur panutan dan tingkah lakunya meyakinkan.

d) Prinsip pre-rekuisit

Bahan pelajaran yang diberikan harus sedemikian urutanya sehingga bahan pelajaran terdahulu menunjang bahan pelajaran selanjutnya.

e) Prinsip penyebar jadwal

Berdasarkan pengalaman dan pendapat murid, sekolah harus menysun jadwal sedemikian, sehingga mata pelajaran yang dinilai sulit, ditempatkan pada pertemuan pertemuan pertama dan pada pagi hari.

f) Prinsip Evaluasi Hasil Belajar secara teratur

Evaluasi belajar secara teratur dan hasilnya secara terbuka dikembalikan kepada siswa akan mendidik siswa secara teratur pula. Prinsip ini akan sulit dilaksanakan apabila guru mempunyai beban mengajar yang terlalu banyak.

3.3 Faktor Sarana Penunjang

Faktor lainya yang dapat menunjang siswa adalah faktor sarana penunjang. Biasanya siswa akan termotivasi apabila mereka belajar dengan sarana yang lengkap, seperti ruang kelas yang baik, Faktor laboratorium dengan alat dan bahan yang lengkap. Juga sarana perpustakaan dan sarana belajar lainya.




BAB IV

TUJUAN AKHIR SERTA EVALUASI PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

4.1 Tujuan Akhir Pembelajaran Sains

Kegiatan belajar mirip dengan suatu perjalanan dari suatu titik awal kegiatan yaitu siswa tidak tahu tentang hal yang akan dipelajari, menuju pada akhir kegiatan yaitu siswa menjadi tahu, melalui proses belajar mengajar. Tujuan belajar dalam proses belajar mengajar di kelas kita kenal sebagai Tujuan Intruksional Khusus(TIK). Dengan memberitahukan TIK kepada siswa diawal pelajaran, maka siswa akan mengetahui kemana ia akan dibawa dalam proses belajar mengajar tersebut. Dengan mengenal tujuan belajar, maka siswa akan lebih giat berusaha untuk mencapai tujuan itu.jadi siswa akan termotivasi belajar.

Menurut Gagne, tujuan belajar ini dapat menggambarkan hasil-hasil belajar yang akan diraih siswa. Hasil –hasil belajar tersebut dikelompokan menjadi lima kategori, diantaranya: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap serta keterampilan motor.

4.2 Evaluasi Pembelajaran Sains

Evaluasi berfungsi untuk mengenal sejauh mana tujuan belajar telah dapat dicapai siswa, sebagai umpan balik bagi guru untuk menilai keberhasilan program belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Evaluasi harus dapat mengukur hasil belajar tersebut.

Evaluasi belajar dalam pembelajaran sains dikenal dengan istilah ulangan, dan sebagai hasilnya dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai. Namum pada kenyataanya banyak masalah yang dialami oleh siswa dalam belajar sains, sehingga tidak mengherankan jika hasil ulangan siswa tersebut rendah. Agar evaluasi tidak menimbulkan masalah maka guru sains harus memperhatikan hal-hal berikut ini :

  1. jangan terlalu sering memberikan ulangan, karena sesuatu yang rutin tidak menimbulkan tantangan bagi siswa.
  2. Hasil ulangan yang dikembalikan kepada siswa setelah tenggang waktu yang lama, tidak akan menimbulkan motivasi belajar lagi, karena siswa sudah lupa akan permasalahan yang dibahas.
  3. Soal- soal ulangan harus sesuai tingkat kesukaranya dengan aspek dari tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan lagi sebelumnya.
  4. Pembahasan hasil ulangan yang hasilnya kurang memuaskan dapat pula meningkatkan motivasi belajar siswa.
  5. Waktu pemberian evaluasi tidak perlu selalu berdasarkan perjanjian. Pemberian ulangan secara tiba-tiba dapat pula memotivasi siswa untuk terus- menerus belajar. Tetapi tehnik ini umumnya kurang dapat diharapkan hasilnya.

Dari uraian tersebut, maka agar evaluasi pembelajaran sains memiliki nilai yang diharapkan, dapat berpedoman pada prinsip kebermaknaan yaitu: prinsip prasyarat, prinsip modeling, prinsip menarik, prinsip partisipasi, prinsip penyebaran jadwal, prinsip konsekuen dan kondisi yang menyenagkan serta prinsip komunikasi terbuka.




BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kecepatan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut adanya pembaharuan di bidang pendidikan khususnya pendidikan sains. Hal ini mengingat pentingnya sains dalam memajukan suatu bangsa. Berbagai macam strategi dan metode dilakukan untuk memajukan pendidikan sains tersebut. Diatara strategi yang banyak digunakan di sekolah-sekolah adalah: strategi belajar siswa aktif (CBSA), strategi keterampilan proses, strategi kontruktivisma peta konsep, serta strategi berbasis STS. Namun strategi STS masih belum cocok diterapkan di SMP,hal ini di karenakan konsep STS kurang dipahami oleh siswa SMP yang pengetahuan sainsnya masih sangat terbatas.

Pada kenyataanya pembelajaran sains di SMP tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran sains banyak kendala yang dihadapi, baik dari faktor guru sains, faktor siswa itu sendiri, maupun dari faktor sarana penunjang. Oleh karena itu agar pembelajaran sains dapat berjalan dengan yang diharapkan faktor- faktor penghambat pembelajaran tersebut harus dibenahi dan diperbaiki. Selain itu juga faktor yang paling penting dalam pembelajaran sains adalah faktor motivasi, baik motivasi dari dalam siswa maupun motivasi dari luar siswa.

Berbagai macam usaha diatas sebenarnya hanya sebagai faktor penunjang pembelajaran sains. Faktor yang paling penting adalah faktor motivasi siswa itu sendiri dalam belajar sains, apabila sudah ada motivasi dari dalam diri siswa maka siswa tersebut tidak akan menganggap pelajaran sains adalah suatu pelajaran yang sukar untuk dipahami, sehingga tujuan akhir dari pembelajaran sains dapat diharapkan yaitu siswa dapat menjadi tahu tentang pelajaran sains yang dipelajarinya. Apabila tujuan akhir belajar dapat diharapkan maka output yang dihasilkan yaitu siswa melek sains, melek pikir dan melek teknologi.

5.2 Saran

Untuk lebih meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran sains di SMP, maka penulis mengajukan beberapa saran, diantaranya:

1. Seorang guru sains haru bertindak dan bersikap propesional dengan siswa

2. Guru sains harus bisa memotivasi siswanya

3. Bagi sekolah-sekolah yang kurang memiliki sarana penunjang, disarankan memiliki guru yang bisa mencari alternatif lain guna menunjang pembelajaran

4. Seorang guru sains harus bisa menerima kritikan dari siapapun, agar pembelajaran sains dapat ditingkatkan.

Sebagai penutup dari makalah ini, penulis ingin menyampaikan pesan khusus yang harus diingat oleh calon guru atau guru sains, yaitu keberhasilan seorang guru sains bukan dilihat dari berapa banyak materi sains yang diberikan kepada siswa, melainkan berapa banyak materi yang diserap, dipahami, dan dimengerti oleh siswa.




DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pendidikan Menengah. 1995. Evaluasi Efektifitas Pengadaan Alat IPA. Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud .

Hudojo, Herman. 1979. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surabaya: Usaha Nasional.

Karso dkk. 1994. Dasar-dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.

Nasution, A. H. 2000. Ilmu Untuk Kehidupan dan Penghidupan. Yogyakarta: Kanisius.

Pramono, Hadi. 2008. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Cirebon: STAIN Press.

Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Mata Pelajran Sain Sekolah dasar. Jakarta: Depdiknas.a

Raka Joni, T. 1980. Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya Terhadap Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.

Ratna W. Dahar. Kesiapan Guru Megajarkan Sains di Sekolah, Ditinjau dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains. Bandung: FSP-IKIP.

Rustad, S. A. Munandar, & Dwiyanto. 2004. Analisa Sarana dan Prasarana Pendidikan SD, SMP, SMA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Suyono. 1981. Usaha-usaha Membangkitkan Minat Terhadap Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kopmpetensi Laboratorium. Semarang: UNNES PRESS..